SHALAWAT SESUAI SUNNAH

 10 Sholawat Nabi Lengkap: Arab, Latin ...

Dari Ka’ab bin ‘Ujroh, beliau mengatakan,
“Wahai Rasulullah, kami sudah mengetahu bagaimana kami mengucapkan

salam padamu. Lalu bagaimana kami bershalawat padamu?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ucapkanlah,

اللَّهُمَّ صّلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa ‘ala ali Muhammad kama shollaita ‘ala ali Ibrahim, innaka hamidun majid” [Ya Allah, berilah shalawat kepada Muhammad dan

kerabatnya karena engkau memberi shalawat kepada kerabat Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia]

(Fadhlu Ash Sholah ‘alan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam no. 56. Syaikh Al Albani mengomentari bahwa sanad hadits ini shohih)

[3] Dalam riwayat Bukhari no. 3370 terdapat lafazh shalawat sebagai berikut,

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ ، اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

“Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa ‘ala ali Muhammad kama shollaita ‘ala Ibrahim wa ‘ala ali Ibrahim, innaka hamidun majid. Allahumma barik ‘ala Muhammad wa ‘ala ali Muhammad kama barokta ‘ala Ibrahim wa ‘ala ali Ibrahim, innaka hamidun majid.”

[Ya Allah, berilah shalawat kepada Muhammad dan kerabatnya karena engkau memberi shalawat kepada Ibrahim dan kerabatnya. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia.

Ya Allah, berilah keberkahan kepada Muhammad dan kerabatnya karena engkau memberi keberkahan kepada Ibrahim dan kerabatnya. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia]

Itulah bacaan shalawat yang dapat kita amalkan dan hendaknya kita mencukupkan diri dengan shalawat yang telah diajarkan oleh Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam.

@sunnahfiqih

https://rumaysho.com/203-perbanyaklah-shalawat-di-hari-jumat.html

Share:

MENJADIKAN "AHLI AGAMA" SEBAGAI SESEMBAHAN SELAIN ALLAH

Mengenal Syirik Khafi dan Jali, Simak ...

Ketika mendengar ayat ini dari Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam, sahabat Adi bin Hatim rodhiyallohu ‘anhu yang dulu beragama nasrani berkata, “Sesungguhnya kami tidak menyembah mereka”. Kemudian Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam berkata, “Bukankah mereka mengharamkan yang Alloh halalkan kemudian kalian ikut mengharamkannya, dan mereka menghalalkan yang Alloh haramkan kemudian kalian ikut menghalalkannya?” Kemudian sahabat Adi bin Hatim rodhiyallohu ‘anhu menjawab, “Ya!” Rosululloh berkata, “Itulah bentuk peribadatan kalian kepada mereka.”
(HR. Ahmad dan Tirmidzi).

Inilah yang disebut syirik dalam ketaatan.

Oleh karena itu, Syaikh Muhammad At-Tamimy rohimahulloh Ta’ala memasukan hadits di atas dalam Kitab Tauhid karya beliau pada bab: Barang siapa yang menaati ulama dan pemimpin dalam mengharamkan yang dihalalkan oleh Alloh dan menghalalkan yang diharamkan oleh Alloh, maka dia telah menjadikannya sebagai tuhan-tuhan selain Alloh.

Sumber: https://muslim.or.id/229-menjadikan-kyai-sebagai-sesembahan-selain-allah.html
__

Share:

BENARKAH SAAT TASYAHUD DALAM SHOLAT MAKA ARAH MATA SELALU DIARAHKAN KE JARI TELUNJUK DAN BUKAN KE TEMPAT SUJUD ?

 
ﺑِﺴْـــــــــــــــﻢِ ﺍﻟﻠﻪِ  
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ


By: Berik Said

Untuk menjawab pertanyaan di atas, maka simaklah dua hadits berikut :

Hadits Pertama
Saat menceritakan cara duduk tasyahud Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka  IBNU 'UMAR rodhiallohu ‘anhuma berkata :

وَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى فَخِذِهِ الْيُمْنَى وَأَشَارَ بِأُصْبُعِهِ الَّتِى تَلِى الإِبْهَامَ فِى الْقِبْلَةِ وَرَمَى بِبَصَرِهِ إِلَيْهَا

"Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam meletakkan telapak tangan kanannya di atas paha kanannya, dan beliau berisyarat dengan jari telunjuk ke arah kiblat, serta MENGARAHKAN PANDANGAN MATANYA KEPADANYA (TELUNJUK TERSEBUT).
HR. Nasa'i no.1160, dll. Kata al Albani rohimahulloh dalam Shohih Nasa'i (1159) : 'hasan shohih'.

Hadits Kedua
Sementara itu ‘ABDULLAH BIN ZUBAIR rodhiallohu ‘anhu menceritakan:

أنَّ النبيَّ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ كان يشيرُ بإصبعِه لا يجاوزُ بصرُه إشارتَه

"Bahwasanya Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam (saat duduk tasyahud -pent) beliau mengisyaratkan jari telunjuknya dan PANDANGAN MATA BELIAU TIDAK MELEBIHI ISYARAT JARI TELUNJUKNYA   tersebut".
(HR. Nasa'i no. 1275, dll. Kata al Albani rohimahulloh dalam Shohih Nasa'i (1274): 'hasan shohih'.)

BEBERAPA KESIMPULAN DARI DUA HADITS DI ATAS

Dari hadits-hadits di atas dapat disimpulkan bahwa saat tasyahud maka hendaklah:

•Letakkan telapak tangan di atas PAHA yang kanan, dan telapak kanan yang kiri di atas PAHA yang kiri;

•Boleh pula meletakkan tangan di atas LUTUT;

3) Setelah itu jari telunjuk segerah diisyaratkan;

4) Selama tasyahud, maka mata bukan lagi mengarah ke tempat sujud tetapi MELIHAT JARI TELUNJUK tadi, dan pandangan mata tidak melampaui ujung jari telunjuk tersebut.

Walhamdu lillaahi robbil 'aalamiin, wa shollalloohu 'alaa Muhammmadin

•┈┈┈•❒ MENITI JALAN SELAMAT ❒•┈┈┈•

Share:

Tafsir Maryam 19:30

Detail Surat Maryam Ayat 30 Koleksi ...

Allah ta'ala berfirman,
 
قَالَ إِنِّي عَبۡدُ ٱللَّهِ ءَاتَىٰنِيَ ٱلۡكِتَٰبَ وَجَعَلَنِي نَبِيّٗا

Artinya:
Berkata ʻIsa, "Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Alkitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi,

Tafsir As-Sa'di:
Pada saat itulah, Isa putra Maryam mengatakan (pada-hal dia bayi yang berada di ayunan), إِنِّي عَبْدُ اللَّهِ آتَانِيَ الْكِتَابَ وَجَعَلَنِي نَبِيًّا "Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku al-Kitab (Injil), dan Dia menjadikanku seorang nabi." Isa menerangkan kepada mereka dengan menggunakan predikat 'hamba', dan bahwa dia tidak memiliki sifat yang membuatnya pantas menjadi tuhan, atau anak tuhan. Mahatinggi Allah dari perkataan orang-orang Nasrani yang menyelisihi perkataan Isa dalam pernyataannya إِنِّي عَبْدُ اللَّهِ "Sesungguhnya aku ini hamba Allah," sementara itu, mereka mengaku-ngaku mengikuti Nabi Isa.  آتَانِيَ الْكِتَابَ "Dia memberiku al-Kitab (Injil)." Allah telah menetapkan akan memberikan al-Kitab kepadaku وَجَعَلَنِي نَبِيًّا "dan Dia menjadikanku seorang nabi," lalu dia memberitahukan kepada mereka bahwa dirinya itu hamba Allah, dan bahwa Allah telah mengajarinya sebuah kitab dan memasukkannya ke dalam golongan para nabi. Ini adalah penjelasan Isa tentang kesempurnaan dirinya.

Tafsir Maryam 19:31

Allah ta'ala berfirman,
 
وَجَعَلَنِي مُبَارَكًا أَيۡنَ مَا كُنتُ وَأَوۡصَٰنِي بِٱلصَّلَوٰةِ وَٱلزَّكَوٰةِ مَا دُمۡتُ حَيّٗا

Artinya:
dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) salat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup;

Tafsir Al-Muyassar:
Dia juga menjadikan aku sebagai orang yang besar kebaikan dan manfaatnya di mana pun aku berada. Dia berpesan kepadaku supaya menjaga shalat dan menunaikan zakat selama aku masih hidup.

.
📷 @ittiba.id

Share:

KONSEKUENSI DAN TANDA CINTA KEPADA RASULULLAH ﷺ

 Mencintai Nabi Muhammad SAW - sigit ...

Bismillah was shalatu was salamu 'ala Rasulillah wa ba'du.

Konsekuensi dan tanda-tanda cinta kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:

1. Mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengharuskan adanya pengagungan, memuliakan, meneladani beliau dan mendahulukan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam atas segala ucapan makhluk serta mengagungkan Sunnah-Sunnahnya.

2. Mentaati apa yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam perintahkan.

Allah memerintahkan setiap Muslim dan Muslimah untuk taat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena dengan taat kepada beliau menjadi sebab seseorang masuk Surga.

Kita wajib mentaati Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan menjalankan apa yang diperintahkannya dan meninggalkan apa yang dilarangnya. Hal ini merupakan konsekuensi dari syahadat (kesaksian) bahwa beliau adalah Rasul (utusan) Allah. Dalam banyak ayat Al-Quran, Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kita untuk mentaati Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di antaranya ada yang diiringi dengan perintah taat kepada Allah, sebagaimana firmanNya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ

"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah RasulNya." [QS. An-Nisaa: 59]

Tekadang pula Allah mengancam orang yang mendurhakai RasulNya, sebagaimana dalam firmanNya:

فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَن تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

"Maka hendaklah orang-orang yang melanggar perintah Rasul takut akan ditimpa fitnah (cobaan) atau ditimpa azab yang pedih." [QS. An-Nuur: 63]

Artinya hendaknya mereka takut jika hatinya ditimpa fitnah kekufuran, nifaq, bid’ah atau siksa pedih di dunia, baik berupa pembunuhan, had, pemenjaraan atau siksa-siksa lain yang disegerakan. [Tafsiir Ibnu Katsir (III/338), cet. Darus Salam]

Allah telah menjadikan ketaatan dan mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai sebab hamba mendapatkan kecintaan Allah dan ampunan atas dosa-dosanya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan ketaatan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai petunjuk dan mendurhakainya sebagai suatu kesesatan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَإِن تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا

"Dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk." [QS. An-Nuur: 54]

Allah mengabarkan bahwa pada diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terdapat teladan yang baik bagi segenap umatnya. Allah berfirman:

لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut nama Allah." [QS. Al-Ahzaab: 21]

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata: "Ayat yang mulia ini adalah pokok yang agung tentang meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam berbagai perkataan, perbuatan dan perilakunya. Untuk itu, Allah Tabaraka wa Ta'ala memerintahkan manusia untuk meneladani sifat sabar, keteguhan, kepahlawanan, perjuangan dan kesabaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menanti pertolongan dari Rabbnya Azza wa Jalla ketika perang Ahzaab. Semoga Allah senantiasa mencurahkan shalawat dan salam kepada beliau hingga hari Kiamat." [Tafsiir Ibni Katsir (III/522-523), cet. Daarus Salaam]

3. Membenarkan apa yang beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sampaikan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berkata menurut hawa nafsunya.

4. Menahan diri dari apa yang dilarang dan dicegah oleh beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

"Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah, dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukumanNya." [QS. Al-Hasyr: 7]

5. Beribadah sesuai dengan apa yang beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam syariatkan, atau dengan kata lain ittiba’ kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Agama Islam sudah sempurna, tidak boleh ditambah dan tidak boleh dikurangi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk mengajarkan umat Islam tentang bagaimana cara yang benar dalam beribadah kepada Allah, dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyampaikan semuanya. Oleh karena itu, umat Islam wajib ittiba kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam agar mereka mendapatkan kecintaan Allah Subhanahu wa Ta’ala, kejayaan dan dimasukkan ke dalam SurgaNya.

Ittiba kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hukumnya adalah wajib, dan ittiba menunjukkan kecintaan seorang hamba kepada Allah Azza wa Jalla.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintai kamu dan mengampuni dosa-dosamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." [QS. Ali-Imran: 31]

Berkata Imam Ibnu Katsir rahimahullah (wafat th. 774 H): "Ayat ini adalah pemutus hukum bagi setiap orang yang mengaku mencintai Allah namun tidak mau menempuh jalan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka orang itu dusta dalam pengakuannya tersebut hingga ia mengikuti syariat dan agama yang dibawa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam semua ucapan dan perbuatannya." [Tafsiir Ibni Katsiir (I/384), cet. Daarus Salam]

Di antara tanda cinta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah dengan mengamalkan Sunnahnya, menghidupkan, dan mengajak kaum Muslimin untuk mengamalkannya, serta berjuang membela As-Sunnah dari orang-orang yang mengingkari As-Sunnah dan melecehkannya.

Termasuk cinta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah menolak dan mengingkari semua bentuk bid’ah, karena setiap bid’ah adalah sesat. Sebagian contoh-contoh bid’ah yang masih dilakukan kaum Muslimin seperti: Perayaan dan peringatan Maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, perayaan Isra’ Mi’raj, tawassul dengan orang mati, membangun kubur, dan yang lainnya. Semua ini tidak pernah dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabatnya.

[Disalin dari buku Prinsip Dasar Islam Menutut Al-Quran dan As-Sunnah yang Shahih, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa]

والله أعلم، وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم

💻 Sumber: https://almanhaj.or.id/2337-konsekuensi-dan-tanda-tanda-cinta-kepada-rasulullah-shallallahu-alaihi-wa-sallam.html

••••••✿❃❃⭑⭑❃❃✿••••••

💎 Permata Sunnah

Barakallahu Fiikum

Share:

JANGAN MENGIKUTI HAWA NAFSU

Pantai Pasir Putih, PIK (Pantai Indah ...

Oleh :Ustadz Abu Isma’il Muslim Al-Atsari

Secara bahasa, hawa nafsu adalah kecintaan terhadap sesuatu sehingga kecintaan itu menguasai hatinya. Kecintaan tersebut sering menyeret seseorang untuk melanggar hukum Allâh Azza wa Jalla . Oleh karena itu hawa nafsu harus ditundukkan agar bisa tunduk terhadap syari’at Allâh Azza wa Jalla. Adapun secara istilah syari’at, hawa nafsu adalah kecondongan jiwa terhadap sesuatu yang disukainya sehingga keluar dari batas syari’at.

Syaikhul Islam berkata, Hawa nafsu asalnya adalah kecintaan jiwa dan kebenciannya. Semata-mata hawa nafsu, yaitu kecintaan dan kebencian yang ada di dalam jiwa tidaklah tercela. Karena terkadang hal itu tidak bisa dikuasai. Namun yang tercela adalah mengikuti hawa nafsu, sebagaimana firman Allâh Azza wa Jalla :

يَا دَاوُودُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي الْأَرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوَىٰ فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ

Hai Daud! sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allâh." [Shâd/38: 26] [Majmû’ Fatâwâ, 28/132]

Syaikhul Islam rahimahullah berkata, Seseorang yang mengikuti hawa nafsu adalah seseorang yang mengikuti perkataan atau perbuatan yang dia sukai dan menolak perkataan atau perbuatan yang dia benci dengan tanpa dasar petunjuk dari Allâh Azza wa Jalla."[Majmû’ Fatâwâ, 4/189]

🛑 HAWA NAFSU MENGAJAK KESESATAN
Allâh Azza wa Jalla berfirman:

وَمَا لَكُمْ أَلَّا تَأْكُلُوا مِمَّا ذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلَّا مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ ۗ وَإِنَّ كَثِيرًا لَيُضِلُّونَ بِأَهْوَائِهِمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ ۗ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِالْمُعْتَدِينَ

Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal) yang disebut nama Allâh ketika menyembelihnya, padahal sesungguhnya Allâh telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya. Dan sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas. [Al-An’âm/6: 119]

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata, Ini adalah pembolehan dari Allâh Subhanahu wa Ta’ala kepada para hamba-Nya, orang-orang Mukmin untuk memakan sembelihan-sembelihan yang dilakukan dengan menyebut nama Allâh Azza wa Jalla. Yang terfahami (dari ayat ini) yaitu tidak boleh memakan semua sembelihan yang dilakukan dengan tanpa menyebut nama Allâh Azza wa Jalla , sebagaimana orang-orang kafir yang musyrik membolehkan mengkonsumsi bangkai dan semua sembelihan (yang dipersembahkan-red) untuk berhala (punden), atau lainnya.

Kemudian Allâh Azza wa Jalla mendorong para hamba-Nya untuk mengkonsumsi sembelihan-sembelihan yang dilakukan dengan menyebut nama Allâh Azza wa Jalla. Allâh Azza wa Jalla  berfirman, yang artinya, Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal) yang disebutkan nama Allâh ketika menyembelihnya, padahal sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya’.Yaitu kecuali dalam keadaan darurat, maka ketika itu dibolehkan bagi kamu (untuk mengkonsumsi)  apa yang kamu dapatkan.

Kemudian Allâh Azza wa Jalla menjelaskan kebodohan orang-orang musyrik dalam pendapat mereka yang rusak tersebut, yaitu berupa penyataan yang membolehkan memakan bangkai dan sembelihan-sembelihan yang dilakukan dengan menyebut nama selain nama Allâh Azza wa Jalla . Allâh Azza wa Jalla berfirman, yang artinya, Dan sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Rabbmu, Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas. Yaitu: Dia yang lebih mengetahui terhadap perbuatan mereka yang melampaui batas, kedustaan mereka, dan kebohongan mereka.” [Tafsîr Ibnu Katsir, 3/323]

Termasuk mengikuti hawa nafsu adalah orang yang menolak syari’at setelah penjelasan datang kepadanya. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

فَإِنْ لَمْ يَسْتَجِيبُوا لَكَ فَاعْلَمْ أَنَّمَا يَتَّبِعُونَ أَهْوَاءَهُمْ ۚ وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِنَ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu) ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allâh sedikitpun. Sesungguhnya Allâh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim."[Al-Qashshash/28: 50]

Allâh Azza wa Jalla juga berfirman:

قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لَا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ غَيْرَ الْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعُوا أَهْوَاءَ قَوْمٍ قَدْ ضَلُّوا مِنْ قَبْلُ وَأَضَلُّوا كَثِيرًا وَضَلُّوا عَنْ سَوَاءِ السَّبِيلِ

Katakanlah, Hai Ahli Kitab! Janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus.” [Al-Mâidah/5: 77]

Syaikhul Islam rahimahullah berkata, Barangsiapa mengikuti hawa nafsu manusia setelah mereka mengetahui agama Islam yang Allâh amanahkan kepada Rasul-Nya untuk membawa agama itu dan juga setelah mengetahui petunjuk Allâh yang telah dijelasakan kepada para hamba-Nya, berarti dia berada dalam kedudukan ini (yaitu sebagai pengikut hawa nafsu-pen). Oleh karena itu para Salaf menamakan ahli bid’ah dan orang-orang yang berpecah-belah, orang-orang yang menyelisihi al-Kitab (al-Qur’an) dan as-Sunnah (al-Hadits) sebagai ahlul ahwa’ (orang-orang yang mengikuti hawa nafsu). Karena mereka menerima apa yang mereka sukai dan menolak apa yang mereka benci dengan dasar hawa nafsu (kesenangan semata-pen), tanpa petunjuk dari Allâh Azza wa Jalla."[Majmû’ Fatâwâ, 4/190]

🛑 BAHAYA MENGIKUTI HAWA NAFSU
Orang yang mengikuti hawa nafsu tidak akan mementingkan agamanya dan tidak mendahulukan ridha Allâh dan Rasul-Nya. Dia akan selalu menjadikan hawa nafsu menjadi tolok ukurnya.

Syaikhul Islam rahimahullah berkata, Fondasi agama (Islam) adalah mencintai karena Allâh dan membenci karena Allâh, mendukung karena Allâh dan menjauhi karena Allâh, beribadah karena Allâh, memohon pertolongan kepada Allâh, takut kepada Allâh, berharap kepada Allâh, memberi karena Allâh, dan menghalangi karena Allâh. Ini hanya dapat dilakukan dengan mengikuti Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Karena perintah Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam adalah perintah Allâh Azza wa Jalla , larangannya adalah larangan Allâh Subhanahu wa Ta’ala , memusuhinya berarti memusuhi Allâh, mentaatinya sama dengan mentaati Allâh dan mendurhakainya sama dengan mendurhakai Allâh Azza wa Jalla .

Bahkan orang yang mengikuti hawa nafsunya telah dibuat buta dan tuli oleh hawa nafsunya. Sehingga dia tidak bisa memperhatikan dan melaksanakan apa yang menjadi hak Allâh dan Rasul-Nya dalam hal itu, dan dia tidak mencarinya. Dia tidak ridha karena ridha Allâh dan Rasul-Nya, dia tidak marah karena kemarahan Allâh dan Rasul-Nya. Tetapi dia ridha jika mendapatkan apa yang diridhai oleh hawa nafsunya, dan marah jika mendapatkan apa yang membuat hawa nafsunya marah."[Minhajus Sunnah an-Nabawiyah, 5/255-256]

Dengan demikian maka mengikuti hawa nafsu akan menyeret pelaku kepada kesesatan dan kerusakan. Sebab timbulnya bid’ah adalah hawa nafsu, sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Islam, Permulaan bid’ah adalah mencela Sunnah (ajaran Nabi) dengan dasar persangkaan dan hawa nafsu (sebagaimana bibit kemunculan golongan Khawarij-pen), sebagaimana Iblis mencela perintah Allâh (saat diperintahkan sujud kepada Adam) dengan fikirannya dan hawa nafsunya." [Majmû’ al-Fatâwâ, 3/350]

Nabi Shallallahu alaihi wa sallam juga sudah mengingatkan bahwa mengikuti hawa nafsu akan membawa kehancuran.Beliau Shallallahu alaihi wa sallam bersabda :

ثَلَاثٌ مُهْلِكَاتٌ وَ ثَلَاثٌ مُنْجِيَاتٌ فَأَمَّا ثَلَاثٌ مُهْلِكَاتٌ: شُحٌّ مُطَاعٌ وَ هَوًى مُتَّبَعٌ وَإِعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ و ثَلَاثٌ مُنْجِيَاتٌ : خَشْيَةُ اللَّهِ فِي السِّرِّ والعلانيةِ وَالْقَصْدُ فِي الْفَقْرِ وَالْغِنَى وَالْعَدْلُ فِي الْغَضَبِ وَالرِّضَا

Tiga perkara yang membinasakan dan tiga perkara yang menyelamatkan. Adapun tiga perkara yang membinasakan adalah: kebakhilan dan kerakusan yang ditaati, hawa nafsu yang diikuti, dan  seseorang yang membanggakan diri sendiri. Sedangkan tiga perkara yang menyelamatkan adalah takut kepada Allâh di waktu sendirian dan dilihat orang banyak, sederhana di waktu kekurangan dan kecukupan, dan (berkata/berbuat) adil di waktu marah dan ridha. [Hadits ini diriwayatkan dari Sahabat Anas, Ibnu Abbas, Abu Hurairah, Abdullah bin Abi Aufa, dan Ibnu Umar Radhiyallahu anhum. Hadits ini dinilai sebagai hadits hasan oleh syaikh al-Albani di dalam Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahihah, no. 1802 karena banyak jalur periwayatannya]

Demikian juga bahaya mengikuti hawa nafsu adalah mendatangkan kesusahan dan kesempitan hati.  Syaikhul Islam berkata, Barangsiapa mengikuti hawa nafsunya, seperti mencari kepemimpinan dan ketinggian (dunia-pen), keterikatan hati dengan bentuk-bentuk keindahan (kecantikan, ketampanan, dan lain-lain-pen), atau (usaha) mengumpulkan harta, di tengah usahanya untuk mendapatkan hal itu dia akan menemui rasa susah, sedih, sakit dan sempit hati, yang tidak bisa diungkapkan.Dan kemungkinan hatinya tidak mudah untuk meninggalkan keinginannya, dan dia tidak mendapatkan apa yang menggembirakannya. Bahkan dia selalu berada di dalam ketakutan dan kesedihan yang terus menerus. Jika dia mencari sesuatu yang dia sukai, maka sebelum dia mendapatkannya, dia selalu sedih dan perih karena belum mendapatkannya. Jika dia sudah mendapatkannya, maka dia takut kehilangan atau ditinggalkan (sesuatu yang dia sukai itu) [Majmû’ al-Fatâwâ, 10/651]

🛑 MENUNDUKKAN HAWA NAFSU
Maka untuk meraih keselamatan, orang yang mengikuti hawa nafsu harus menerapi dirinya dengan rasa takut kepada Allâh Azza wa Jalla sehingga akan menghentikannya dari mengikuti hawa nafsunya. Demikian juga perlu diterapi dengan ilmu dan dzikir. Dengan keduanya maka hawa nafsu akan terpental. Jika rasa takut kepada Allâh Azza wa Jalla sudah tertanam di dalam hati, maka hati akan bisa memahami dan melihat kebenaran sebagaimana mata yang melihat benda-benda dengan sinar terang matahari.

Allâh Azza wa Jalla berfirman:

وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَىٰ ﴿٤٠﴾ فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَىٰ

Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya syurgalah tempat tinggal(nya)."[An-Nazi’at/79: 40-41]

Semoga Allâh selalu membimbing hati kita sehingga sellau mampu menundukkan hawa nafsu dengan sebaik-baiknya. Hanya Allâh tempat memohon pertolongan.

---------------------------

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XIX/1437H/2016M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo.

Sumber : https://almanhaj.or.id/6627-jangan-mengikuti-hawa-nafsu.html

Dipublikasikan ulang oleh
𝑨𝒅𝒎𝒊𝒏 Ⓜ️𝐞𝐝𝐢𝐚 𝐒𝐮𝐧𝐧𝐚𝐡 𝐍𝐚𝐛𝐢
Share:

NASIB ORANG FANATIK BUTA DI HARI KIAMAT

  Fanatik Buta, Salah Satu Sebab ...

Allah ta'ala berfirman :
.
"Dan mereka semuanya (di Padang Mahsyar) akan berkumpul menghadap ke hadirat Allah, lalu berkatalah orang-orang yang lemah kepada orang-orang yang sombong,
.
"Sesungguhnya kami dahulu adalah pengikut-pengikutmu maka dapatkah kalian menghindarkan dari kami azab Allah (walaupun) sedikit saja?”
.
Mereka menjawab, "Seandainya Allah memberi petunjuk kepada kami, niscaya kami dapat memberi petunjuk kepada kalian. Sama saja bagi kita, apakah kita mengeluh ataukah bersabar. Sekali-kali kita tidak mempunyai tempat untuk melarikan diri.” (Qs. Ibroahim: 21)
.
👤 Syaikh Abdurrohman bin Nashir As-Si'di rahimahulah berkata,

أي: التابعون والمقلدون { لِلَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا } وهم:  المتبوعون الذين هم قادة في الضلال { إِنَّا كُنَّا لَكُمْ تَبَعًا } أي: في الدنيا أمرتمونا بالضلال وزينتموه لنا فأغويتمونا

"Orang-orang yang lemah yaitu para pengikut yang fanatik dan taqlid buta "kepada orang-orang yang sombong" mereka adalah para tokoh panutan yang menjadi pelopor dalam kesesatan. "Sesungguhnya kami dahulu adalah pengikut-pengikutmu" sewaktu di dunia, kalian dahulu memerintahkan kami kepada kesesatan dan menghias kesesatan itu dengan kepandaian retorika kalian sehingga kalian menjerumuskan kami kepadanya."
__
.
📚 Taisirul Karim hlm. 424

🌍 Web | shahihfiqih.com/nasehat-ulama/nasib-orang-fanatik-buta-di-hari-kiamat/


Share:

Jadwal Sholat

jadwal-sholat

LISTEN QURAN

Listen to Quran

Popular Posts

Blog Archive

Recent Posts

Pages