Oleh Abdullah
Alhamdulillahirabbil’alamin. Segala puji hanya kepada Allah. Dialah Rabb Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dialah yang menguasai hari pembalasan. Dialah yang mencintai orang-orang mukmin, dan benci terhadap orang kafir dan munafik. Dialah yang menurunkan air dari langit. Dialah yang memberi minum hamba-Nya dengan air tawar. Dialah yang mendatangkan angin yang berhembus sepoi, atau badai yang melululantahkan negeri-negeri. Dialah yang mendatangkan gemuruh halilintar.
Dialah yang menyelamatkan, membinasakan, membiarkan, menangguhkan. Digenggaman-Nya segala takdir diberlakukan. Maka celakalah orang yang telah disesatkan oleh Allah, karena ia tidak mau menyucikan jiwanya. Dan beruntunglah orang yang diberi hidayah oleh Allah, karena ia mendekatkan dirinya kepada Allah dengan ikhlas. Sesungguhnya pena telah diangkat, dan lembaran-lembaran telah mengering. Maka berlomba-lombalah beramal shaleh dengan ikhlas, karena itulah yang bisa mengubah takdir buruk.
Aku bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan Allah. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad tercinta. Nabi akhirul zaman, yang tidak ada lagi nabi setelahnya. Nabi yang dengan mukzizat dari Allah Ta’ala semata, maka makanan bertasbih di hadapanya, air keluar dari jemarinya, bulan terbelah, mendengar siksa kubur, melihat surga dan neraka, nabi yang ahli perang, yang terbanyak memimpin peperangan, pemimpin yang berwibawa, bijaksana, dermawan, nabi yang rupawan, yang mempunyai syafaat di Hari Kiamat. Ya Ilahi, betapa daku mencintai nabi-Mu. Aku mencintainya melebihi diriku sendiri, melebihi cintaku kepada kedua orang tuaku, karib-kerabatku, istri dan anakku. Cintaku padanya, semata-mata karena-Mu. Dan sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui. Maka bimbinglah daku yang lemah dan hina ini ke jalan-Mu yang lurus, sesungguhnya Engkau Maha Suci lagi Maha Perkasa.
Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada keluarga Nabi yang tercinta, dan para sahabatnya yang mulia. Sungguh Allah telah memuliakan mereka atas kita. Sehingga sedekah kita meskipun berupa emas sebesar gunung uhud, tidaklah bisa menandingi sedekah satu mud para sahabat Rasulullah saw yang mulia.
Sesungguhnya, Allah swt telah melaknat orang-orang musyrik, karena keingkaran mereka terhadap Allah swt, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya. Allah swt telah memberitahukan kepada kita, bahwa tabiat orang musyrik, adalah mereka menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit. Yaitu dunia. Sebagaimana firman-Nya:
{ اشْتَرَوْا بِآيَاتِ اللَّهِ ثَمَنًا قَلِيلًا فَصَدُّوا عَنْ سَبِيلِهِ إِنَّهُمْ سَاءَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ} [التوبة: 9]
“Mereka menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit, lalu mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka kerjakan itu.” (QS. At-Taubah, 9: 9).
Imam Ibnu Katsir rahimahullah, mengatakan dalam tafsirnya, bahwa Firman Allah swt dalam ayat di atas dalam rangka mencela kaum musyrikin dan memotivasi kaum muslimin untuk memerangi mereka,“Mereka menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit.” Maksudnya telah menukar antara mengikuti ayat-ayat Allah dengan perkara dunia yang hina nan melalaikan.[1] Sedangkan Imam Al-Qurthubi mengatakan, “ada yang mengatakan bahwa mereka mengganti Al-Quran dengan harta benda dengan kemewahan dunia.”[2]
Firman-Nya: “Lalu mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah.” Imam Al-Qurthubi mengatakan, maksudnya adalah berpaling atau menghalangi dari jalan Allah.[3] Imam Ibnu Katsir berkata, maksudnya, melarang kaum mukminin untuk mengikuti jalan kebenaran.[4]
Menukarkan ayat Allah dengan harga yang sedikit, adalah ciri khas kaum musyrikin. Maka hendaklah seorang muslim yang menginginkan kebaikan dunia dan akhirat, tidak mengikuti golongan yang telah dipastikan merugi tersebut. karena Allah swt mencela mereka bahwa: “Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka kerjakan itu.”
Adapun di zaman sekarang, maka dengan mudah kita bisa menemukan segolongan dari kalangan kita sendiri yang telah menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang rendah. Yaitu orang-orang yang menghafal Al-Quran dan Hadits, dengan niat mendapatkan kedudukan dan harta dunia, misalkan dengan menjadi ustadz terkenal dan bisa mendapatkan kontrak kerja di televisi-televisi supaya mendapatkan upah. Tidak lazim kita mendengar ada ustadz yang memasang tarif mahal. Semakin terkenal dan cakap atau rupawan sang ustadz, maka semakin mahal pula tarifnya. Bahkan ada pula dukun yang berjubah ustadz, dengan maksud mendapatkan keuntungan dunia dari kliennya.
Terkait ayat ini juga, maka perlu kami sampaikan beberapa penjalasan tambahan, bahwa di era demokrasi sekarang, misalkan dalam sistem perekrutan kepemimpinan dengan cara pemilu, kebanyakan orang tergelincir. Misalkan orang yang dijadikan sebagai juru kampanye, apabila dia adalah orang yang pandai bersilat lidah, dan menghafal banyak ayat Al-Quran dan Hadits, serta pendapat para ulama, maka disinilah dia akan menjual ayat-ayat Allah dengan harga yang murah. Bahkan ketergelincirannya akan menjadikan dia menghinakan ayat-ayat Allah.—segala puji bagi Allah dan ayat-ayat-Nya atas apa yang mereka lakukan.
Kami katakan, bahwa di sini bukan tempat ayat-ayat Allah Ta’ala digunakan. Karena sistem ini sendiri telah membuang Al-Quran dan Sunnah. Orang yang membawa nama-nama Allah, dan ayat-ayat-Nya untuk merebut jabatan, berbondong-bondong mendapatkannya dalam naungan sistem demokrasi sebagaimana sekarang, benar-benar telah menjual ayat-ayat Allah Ta’ala, dengan harga yang murah. Allah Ta’ala berfirman:
{وَلَا تَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلًا وَإِيَّايَ فَاتَّقُونِ} [البقرة: 41]
“Janganlah kamu jual ayat-ayat-Ku dengan harga murah. Dan bertaqwalah hanya kepada-Ku.” (QS. Al-Baqarah, 2: 41).
Imam Ibnu Katsir mengataka, artinya janganlah kalian menukar iman kalian terhadap ayat-ayat-Ku dan pembenaran terhadap Rasul-Ku dengan dunia dan segala isinya yang menggiurkan, karena ia merupakan sesuatu yang sedikit lagi fana.[5]
Firman-Nya; “Dan hanya kepada-Ku lah kamu harus bertakwa.” Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Thalq bin Habib, ia berkata: “Takwa berarti berbuat taat kepada Allah dengan mengharap rahmat-Nya di atas nuur(petunjuk) dari-Nya, dan meninggalkan maksiat kepada Allah di atas nuur (petunjuk) dari Allah, karena takut akan siksa-Nya.”[6]
Sedangkan Imam Ibnu Katsir mengatakan, makna “Dan hanya kepada-Ku lah kamu harus bertakwa.” Bahwa Allah Ta’ala mengancam atas kesengajaan yang menyembunyikan kebenaran dan menampakkan sebaliknya serta pembangkangan mereka terhadap Rasul, shalawat dan salam senantiasa tercurah atasnya.”[7]
Apa yang mereka tampakkan bukanlah bentuk ketakwaan kepada Allah Ta’ala. Sebagaimana firman-Nya terdahulu sebagai sebuah ketegasan agar jangan menjual ayat-ayat Allah dengan harga murah, yakni;“Dan hanya kepada-Ku lah kamu harus bertakwa.” Sesungguhnya orang-orang itu telah mencampurkan yang haq dan bathil, dan hujjah bisa berlaku kepada mereka, tatkala ilmu telah sampai pada mereka.
Bahkan kami menemukan dan mendengar, mereka dengan mudah mengeluarkan firman Allah dalam pidato-pidato mereka dalam merebut kekuasaan. Begitu juga hadits-hadits yang mereka jadikan sebagai bahan kampanye, pendapat para ulama, bahkan mereka mencampuradukkannya dengan pendapat para thagut—semoga Allah Ta’ala menyelamatkan orang-orang muslim dari lisan orang-orang itu—.
Mereka menjadikan mayoritas umat Islam sebagai objek, dan ayat-ayat Allah, hadits, pendapat para ulama, sebagai alat untuk meraih simpati masyarakat. Teramasuk dalam hal ini adalah partai politik, beraliran sekuler apalagi beridiologi Islam sekalipun. Sungguh mereka benar-benar berada dalam bencana yang nyata.
Coba lihat pada tim pemenangan kandidat dalam pemilu, jika juru pidatonya dari kalangan yang mengetahui banyak tentang Islam, mempelajari Islam, maka dia akan menjadikan Islam sebagai bahan komiditi. Isi dan muatan kampanye adalah ayat-ayat Allah, hadits, dan pendapat para ulama, hal ini dikeluarkan untuk manarik simpati masyarakat, supaya memilih kandidatnya. Bukankan telah nyata bahwa inilah yang dimaksudkan dalam firman Allah Ta’ala tersebut?
Maka berfikirlah olehmu wahai orang-orang yang dikaruniai akal. Karena Rasulullah saw bersabda mengancam orang yang seperti ini:
سنن أبي داود (3/ 323)
«مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ لَا يَتَعَلَّمُهُ إِلَّا لِيُصِيبَ بِهِ عَرَضًا مِنَ الدُّنْيَا، لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ» يَعْنِي رِيحَهَا
____
[حكم الألباني] : صحيح
“Barang siapa yang mempelajari ilmu agama yang seharusnya ditujukan kepada Allah azawajallah, namun dia gunakan untuk mendapatkan kedudukan di dunia dan untuk mendapatkan harta dunia, maka dia tidak akan pernah mencium wanginya surga di hari kiamat.” (HR. Imam Ahmad, 2/No.338. Abu Dawud, No.3664—hadits sahih).
Mencari jabatan, tempat di hati masyarakat, agar diakui sebagai orang cerdas, alim, pintar, ulama, ustadz, fuqaha, agar diakui sebagai ahli fiqih, dan pengakuan lainnya, termasuk dalam redaksi hadits mendapatkan kedudukan dunia, sebagaimana hadits di atas.
(*)
[1] Sahih Tafsir Ibnu Katsir (Peneliti Syaikh Al-Mubarakfuri). QS. At-Taubah, 9: 9. Jilid 4, hal. 155.
[2] Al-Jami’li-Ahkaam Al-Quran, Imam Al-Qurthubi, (QS At-Taubah, 9: 9). Jilid 8, Hal.185.
[3] Al-Jami’ li Ahkam Al-Quran, Imam Al-Qurthubi (QS. At-Taubah, 9: 9). Jilid, 8, hal 185.
[4] Sahih Tafsir Ibnu Katsir (Peneliti Syaikh Al-Mubarakfuri). QS. At-Taubah, 9: 9. Jilid 4, hal. 156.
[5] Sahih Tafsir Ibnu Katsir (Peneliti; Syaikh Al-Mubarakfuri), QS. Al-Baqarah: 41. Jilid 1, Hal.230.
[6] Sahih Tafsir Ibnu Katsir (Peneliti; Syaikh Al-Mubarakfuri), QS. Al-Baqarah: 41. Jilid 1, Hal.231.
[7] Sahih Tafsir Ibnu Katsir (Peneliti; Syaikh Al-Mubarakfuri), QS. Al-Baqarah: 41. Jilid 1, Hal.231.
Sumber: amudrailmu.com/ May 18, 2014 @ 01:42
(nahimunkar.com)
Selengkapnya :
https://www.nahimunkar.org/menukarkan-ayat-ayat-allah-harga-sedikit/
No comments:
Post a Comment