Keutamaan Membaca Dua Ayat Terakhir Surat Al Baqarah pada Waktu Malam

 10 Fakta Aneh Tentang Padang Pasir Yang Mesti Lo Tau - Cerpin
 
Siapa yang membaca dua ayat terakhir dari surat Al-Baqarah pada waktu malam, maka ia akan diberi kecukupan. Sebagian ulama ada yang mengatakan, ia dijauhkan dari gangguan setan. Ada juga yang mengatakan, ia dijauhkan dari penyakit. Ada juga ulama yang menyatakan bahwa dua ayat tersebut sudah mencukupi dari shalat malam. Benarkah?

Dua ayat tersebut,

Allah Ta’ala berfirman,

آَمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ آَمَنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ (285) لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ (286)

“Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Rabbnya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): “Kami tidak membeda-bedakan antara seseorang pun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya”, dan mereka mengatakan: “Kami dengar dan kami taat.” (Mereka berdoa): “Ampunilah kami ya Rabb kami dan kepada Engkaulah tempat kembali.”

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): “Ya Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Rabb kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Rabb kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri ma’aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.” (QS. Al-Baqarah: 285-286)

Disebutkan dalam hadits dari Abu Mas’ud Al-Badri radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ قَرَأَ بِالآيَتَيْنِ مِنْ آخِرِ سُورَةِ الْبَقَرَةِ فِى لَيْلَةٍ كَفَتَاهُ

“Siapa yang membaca dua ayat terakhir dari surat Al-Baqarah pada malam hari, maka ia akan diberi kecukupan.” (HR. Bukhari no. 5009 dan Muslim no. 808)

Hadits di atas menunjukkan tentang keutamaan dua ayat terakhir surat Al-Baqarah.

Para ulama menyebutkan bahwa siapa yang membaca dua ayat terakhir surat Al-Baqarah, maka Allah akan memberikan kecukupan baginya untuk urusan dunia dan akhiratnya, juga ia akan dijauhkan dari kejelekan. Ada juga ulama yang mengatakan bahwa dengan membaca ayat tersebut imannya akan diperbaharui karena di dalam ayat tersebut ada sikap pasrah kepada Allah Ta’ala. Ada juga ulama yang mengatakan bahwa ayat tersebut bisa sebagai pengganti dari berbagai dzikir karena di dalamnya sudah terdapat do’a untuk meminta kebaikan dunia dan akhirat. Lihat bahasan Prof. Dr. Musthafa Al-Bugha dalam Nuzhah Al-Muttaqin, hal. 400-401.

Al-Qadhi ‘Iyadh menyatakan bahwa makna hadits bisa jadi dengan membaca dua ayat terakhir surat Al-Baqarah akan mencukupkan dari shalat malam. Atau orang yang membacanya dinilai menggantungkan hatinya pada Al-Qur’an. Atau bisa pula maknanya terlindungi dari gangguan setan dengan membaca ayat tersebut. Atau bisa jadi dengan membaca dua ayat tersebut akan mendapatkan pahala yang besar karena di dalamnya ada pelajaran tentang keimanan, kepasrahan diri, penghambaan pada Allah dan berisi pula do’a kebaikan dunia dan akhirat. (Ikmal Al-Mu’allim, 3: 176, dinukil dari Kunuz Riyadhis Sholihin, 13: 83).

Imam Nawawi sendiri menyatakan bahwa maksud dari memberi kecukupan padanya –menurut sebagian ulama- adalah ia sudah dicukupkan dari shalat malam. Maksudnya, itu sudah pengganti shalat malam. Ada juga ulama yang menyampaikan makna bahwa ia dijauhkan dari gangguan setan atau dijauhkan dari segala macam penyakit. Semua makna tersebut kata Imam Nawawi bisa memaknai maksud hadits. Lihat Syarh Shahih Muslim, 6: 83-84.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin menjelaskan tentang keutamaan dua ayat tersebut ketika dibaca di malam hari, “Ketahuilah para ikhwan sekalian, kedua ayat ini jika dibaca di malam hari, maka akan diberi kecukupan. Yang dimaksud diberi kecukupan di sini adalah dijaga dan diperintahkan oleh Allah, juga diperhatikan dalam do’a karena dalam ayat tersebut terdapat doa untuk maslahat dunia dan akhirat.” (Ahkam Al-Qur’an Al-Karim, 2: 540-541).

Semoga bisa mengamalkan untuk membaca dua ayat terakhir Al-Baqarah ini mulai dari malam ini. Semoga kita meraih kebaikan dan keberkahan. Semoga Allah memberi taufik.

 
Referensi:

Ahkam Al-Qur’an Al Karim. Cetakan pertama tahun 1428 H. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin. Penerbit Madarul Wathan.

Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim. Cetakan pertama tahun 1433 H. Yahya bin Syarf An-Nawawi. Penerbit Dar Ibnu Hazm.

Bahjah An-Nazhirin Syarh Riyadhis Shalihin. Cetakan pertama tahun 1430 H. Syaikh Abu Usamah Salim bin ‘Ied Al-Hilali. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.

Kunuz Riyadhis Sholihin. Cetakan pertama tahun 1430 H. Prof. Dr. Hamad bin Nashir bin ‘Abdurrahman Al-‘Ammar. Penerbit Dar Kunuz Isybiliyya.

Nuzhah Al-Muttaqin. Cetakan pertama tahun 1432 H. Prof. Dr. Musthafa Al-Bugha dkk. Penerbit Muassasah Ar-Risalah.



Selesai disusun 17:00 di Darush Sholihin Girisekar Panggang Gunungkidul, 2 Sya’ban 1436 H

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com


Sumber https://rumaysho.com/11085-keutamaan-membaca-dua-ayat-terakhir-surat-al-baqarah-pada-waktu-malam.html

Share:

TAFSIR AYAT KURSI

Bacaan Ayat Kursi beserta terjemahannya, bisa jadi pengusir setan

Keutamaan Ayat Kursi:
Semua surat dalam Al-Qur’an adalah surat yang agung dan mulia. Demikian juga seluruh ayat yang dikandungnya. Namun, Allah ta’ala dengan kehendak dan kebijaksanaanNya menjadikan sebagian surat dan ayat lebih agung dari sebagian yang lain. Surat yang paling agung adalah surat al-Fatihah, sedangkan ayat yang paling agung adalah ayat kursi, yaitu di surat Al-Baqarah, ayat 255. Yang akan kita pelajari bersama dalam kesempatan ini adalah ayat kursi.

Ubay bin Ka’b radhiallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:

“Wahai Abul Mundzir (gelar kunyah Ubay), tahukah engkau ayat mana di kitab Allah yang paling agung?”

Aku menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.”

Beliau berkata, “Wahai Abul Mundzir, Tahukah engkau ayat mana di kitab Allah yang paling agung?”

Aku pun menjawab,

اللَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ

Maka beliau memukul dadaku dan berkata, “Demi Allah, selamat atas ilmu (yang diberikan Allah kepadamu) wahai Abul Mundzir.” (HR. Muslim no. 810).
.
Dalam kisah Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dengan setan yang mencuri harta zakat, disebutkan bahwa setan tersebut berkata,

“Biarkan aku mengajarimu beberapa kalimat yang Allah memberimu manfaat dengannya. Jika engkau berangkat tidur, bacalah ayat kursi. Dengan demikian, akan selalu ada penjaga dari Allah untukmu, dan setan tidak akan mendekatimu sampai pagi.”

Ketika Abu Hurairah menceritakannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam, beliau berkata,

“Sungguh ia telah jujur, padahal ia banyak berdusta.” (HR. al-Bukhari no. 2187)

Dalam kisah lain yang mirip dengan kisah di atas dan diriwayatkan Ubay bin Ka’b radhiallahu ‘anhu, disebutkan bahwa si jin mengatakan:

مَنْ قَالَهَا حِينَ يُمْسِي أُجِيرَ مِنَّا حَتَّى يُصْبِحَ ، وَمَنْ قَالَهَا حِينَ يُصْبِحُ أُجِيرَ مِنَّا حَتَّى يُمْسِيَ

“Barangsiapa membacanya ketika sore, ia akan dilindungi dari kami sampai pagi. Barangsiapa membacanya ketika pagi, ia akan dilindungi sampai sore.” (HR. ath-Thabrani no. 541, dan al-Albani mengatakan bahwa sanadnya bagus).

Dalam hadits yang lain, Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:

مَنْ قَرَأَ آيَةَ الْكُرْسِيِّ دُبُرَ كُلِّ صَلاةٍ مَكْتُوبَةٍ لَمْ يَمْنَعْهُ مِنْ دُخُولِ الْجَنَّةِ، إِلا الْمَوْتُ

“Barangsiapa membaca ayat kursi setelah setiap shalat wajib, tidak ada yang menghalanginya dari masuk surga selain kematian.” (HR. ath-Thabrani no. 7532, dihukumi shahih oleh al-Albani).

Disunnahkan membaca ayat ini setiap (1) selesai shalat wajib, (2) pada dzikir pagi dan sore, (3) juga sebelum tidur.

Tafsir Ayat Kursi :

اللَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ

“Allah, tidak ada sesembahan (yang berhak disembah) selain Dia Yang hidup kekal serta terus menerus mengurus (makhluk).”

Allah adalah nama yang paling agung milik Allah ta’ala. Allah mengawali ayat ini dengan menegaskan kalimat tauhid yang merupakan intisari ajaran Islam dan seluruh syariat sebelumnya. Maknanya, tidak ada sesembahan yang benar untuk disembah selain Allah. Konsekuensinya tidak boleh memberikan ibadah apapun kepada selain Allah.

Al-Hayyu dan al-Qayyum adalah dua di antara al-Asma’ al-Husna yang Allah miliki. Al-Hayyu artinya Yang hidup dengan sendirinya dan selamanya. Al-Qayyum berarti bahwa semua membutuhkan-Nya dan semua tidak bisa berdiri tanpa Dia. Oleh karena itu, Syaikh Abdurrahman as-Sa’di mengatakan bahwa kedua nama ini menunjukkan seluruh al-Asma’ al-Husna yang lain.

Sebagian ulama berpendapat bahwa al-Hayyul Qayyum adalah nama yang paling agung. Pendapat ini dan yang sebelumnya adalah yang terkuat dalam masalah apakah nama Allah yang paling agung, dan semua nama ini ada di ayat kursi.

لاَ تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ

“Dia Tidak mengantuk dan tidak tidur.”

Maha Suci Allah dari segala kekurangan. Dia selalu menyaksikan dan mengawasi segala sesuatu. Tidak ada yang tersembunyi darinya, dan Dia tidak lalai terhadap hamba-hamba-Nya.

Allah mendahulukan penyebutan kantuk, karena biasanya kantuk terjadi sebelum tidur.

Barangkali ada yang mengatakan, “Menafikan kantuk saja sudah cukup sehingga tidak perlu menyebut tidak tidur; karena jika mengantuk saja tidak, apalagi tidur.”

Akan tetapi, Allah menyebut keduanya, karena bisa jadi (1) orang tidur tanpa mengantuk terlebih dahulu, dan (2) orang bisa menahan kantuk, tetapi tidak bisa menahan tidur. Jadi, menafikan kantuk tidak berarti otomatis menafikan tidur.

لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي اْلأَرْضِ

“Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi.”

Semesta alam ini adalah hamba dan kepunyaan Allah, serta di bawah kekuasaan-Nya. Tidak ada yang bisa menjalankan suatu kehendak kecuali dengan kehendak Allah.

مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ

“Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya.”

Memberi syafaat maksudnya menjadi perantara bagi orang lain dalam mendatangkan manfaat atau mencegah bahaya. Inti syafaat di sisi Allah adalah doa. Orang yang mengharapkan syafaat Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam berarti mengharapkan agar Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam mendoakannya di sisi Allah. Ada syafaat yang khusus untuk Nabi Muhammad, seperti syafaat untuk dimulainya hisab di akhirat, dan syafaat bagi penghuni surga agar pintu surga dibukakan untuk mereka. Ada yang tidak khusus untuk Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam, seperti syafaat bagi orang yang berhak masuk neraka agar tidak dimasukkan ke dalamnya, dan syafaat agar terangkat ke derajat yang lebih tinggi di surga.

Jadi, seorang muslim bisa memberikan syafaat untuk orang tua, anak, saudara atau sahabatnya di akhirat. Akan tetapi, syafaat hanya diberikan kepada orang yang beriman dan meninggal dalam keadaan iman. Disyaratkan dua hal untuk mendapatkannya, yaitu:

1. Izin Allah untuk orang yang memberi syafaat.
2. Ridha Allah untuk orang yang diberi syafaat.

Oleh karena itu, seseorang tidak boleh meminta syafaat kecuali kepada Allah. Selain berdoa, hendaknya kita mewujudkan syarat mendapat syafaat; dengan meraih ridha Allah. Tentunya dengan menaatiNya menjalankan perintahNya semampu kita, dan meninggalkan semua laranganNya.

يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ


“Dia mengetahui apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka.”
Ini adalah dalil bahwa ilmu Allah meliputi seluruh makhluk, baik yang ada pada masa lampau, sekarang maupun yang akan datang. Allah mengetahui apa yang telah, sedang, dan yang akan terjadi, bahkan hal yang ditakdirkan tidak ada, bagaimana wujudnya seandainya ada. Ilmu Allah sangat sempurna.

وَلاَ يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلاَّ بِمَا شَاءَ

“Dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah kecuali dengan apa yang dikehendaki-Nya.”

Tidak ada yang mengetahui ilmu Allah, kecuali yang Allah ajarkan. Demikian pula ilmu tentang dzat dan sifat-sifat Allah. Kita tidak punya jalan untuk menetapkan suatu nama atau sifat, kecuali yang Dia kehendaki untuk ditetapkan dalam al-Quran dan al-Hadits.

وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ

“Kursi Allah meliputi langit dan bumi.”

Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu menafsirkan kursi dengan berkata:

الكُرْسيُّ مَوْضِعُ قَدَمَيْهِ

“Kursi adalah tempat kedua telapak kaki Allah.” (HR. al-Hakim no. 3116, di hukumi shahih oleh al-Hakim dan adz-Dzahabi)

Ahlussunnah menetapkan sifat-sifat seperti ini sebagaimana ditetapkan Allah dan Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam, sesuai dengan kegungan dan kemuliaan Allah tanpa menyerupakannya dengan sifat makhluk.

Ayat ini menunjukkan besarnya kursi Allah dan besarnya Allah. Dalam sebuah hadits, Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:

مَا السَّمَاوَاتُ السَّبْع مَعَ الكُرْسِيِّ إِلاَّ كَحَلْقَةٍ مُلْقَاةٍ بِأَرْض فَلاَةٍ

“Tidaklah langit yang tujuh dibanding kursi kecuali laksana lingkaran anting yang diletakkan di tanah lapang.” (HR. Ibnu Hibban no.361, dihukumi shahih oleh Ibnu Hajar dan al-Albani)

وَلاَ يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا

“Dan Allah tidak terberati  pemeliharaan keduanya.”

Seorang ibu, tentu merasakan betapa lelahnya mengurus rumah sendirian. Demikian juga seorang kepala desa, camat, bupati, gubernur atau presiden dalam mengurus wilayah yang mereka pimpin. Namun, tidak demikian dengan Allah yang Maha Kuat. Pemeliharaan langit dan bumi beserta isinya sangat ringan bagi-Nya. Segala sesuatu menjadi kerdil dan sederhana di depan Allah.

وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ

“Dan Dia Maha Tinggi lagi Maha Besar.”

Allah memiliki kedudukan yang tinggi, dan dzat-Nya berada di ketinggian, yaitu di atas langit (di atas singgasana). Dalam sebuah hadits, Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam bertanya kepada seorang budak perempuan: “Di mana Allah?”

Ia menjawab, “Di langit.”

Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam bertanya, “Siapa saya?”

Ia menjawab, “Engkau adalah Rasulullah.”

Maka, Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam berkata kepada majikannya (majikan budak perempuan tersebut -ed), “Bebaskanlah ia, karena sungguh dia beriman!” (HR. Muslim no. 537)

Jelaslah bahwa keyakinan sebagian orang bahwa Allah ada dimana-mana bertentangan dengan Al-Qur’an dan al-Hadits.

Demikian pula Allah memiliki kedudukan yang agung dan dzatnya juga agung sebagaimana ditunjukkan oleh keagungan kursiNya dalam ayat ini.

Kesimpulan:
1. Semua ayat Al-Qur’an agung. Adapun ayat yang paling agung adalah ayat kursi.
2. Disunnahkan untuk membaca ayat ini setiap selesai shalat wajib, pada dzikir pagi dan sore, dan sebelum tidur.
3. Penegasan kalimat tauhid.
4. Arti al-Hayyu dan al-Qayyum yang menunjukkan seluruh nama Allah yang lain.
5. Semua bentuk kekurangan harus dinafikan dari Allah.
6. Arti syafaat dan syarat memperolehnya.
7. Ilmu Allah sangat sempurna.
8. Kita hanya menetapkan untuk Allah nama dan sifat yang ditetapkan oleh Allah dan RasulNya sesuai dengan keagungan dan kemuliaanNya, tanpa menyerupakannya dengan nama dan sifat makhluk.
9. Arti dan keagungan kursi Allah.
10. Ketinggian dan keagungan Allah dalam dzat dan kedudukan.
11. Kesalahan orang yang mengatakan Allah ada di mana-mana.
12. Penetapan banyak nama dan sifat Allah yang menunjukkan kemuliaan dan kesempurnaan-Nya.

Wallahu a’lam.

Referensi:
1. Al-Quran dan  Terjemahnya
2. Tafsir Ibnu Katsir
3. Fathul Qadir, asy-Syaukani
4. Taysirul Karimir Rahman, Abdurrahman as-Sa’di
5. Shahih al-Bukhari
6. Shahih Muslim
7. Al-Mu’jam al-Kabir, ath-Thabrani
8. al-Mustadrak, al-Hakim.
9. Shahih Ibnu Hibban
10. Shahih Targhib wa Tarhib, al-Albani
11. Silsilah Ahadits Shahihah, al-Albani
12. Fathul Majid, Abdurrahman bin Hasan
13. Fiqhul Asma’il Husna, Abdurrazzaq al-Badr
14. Al-Qamus al-Muhith, al-Fairuzabadi

Ibnu Abil ‘Izz al-Hanafi berkata: “…tiada kehidupan untuk hati, tidak ada kesenangan dan ketenangan baginya, kecuali dengan mengenal Rabbnya, Sesembahan dan Penciptanya, dengan Asma’, Sifat dan Af’al (perbuatan)-Nya, dan seiring dengan itu mencintai-Nya lebih dari yang lain, dan berusaha mendekatkan diri kepada-Nya tanpa yang lain…” (Syarah al-Aqidah ath-Thahawiyyah).

*

Penulis: Ustadz Anas Burhanuddin, Lc.
Disalin dari https://muslim.or.id/1303-tafsir-ayat-kursi.html

Wallahu a’lam

Share:

TAFSIR SURAT AL AHZAB AYAT 66

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

يَوْمَ تُقَلَّبُ وُجُوهُهُمْ فِي النَّارِ يَقُولُونَ يَا لَيْتَنَا أَطَعْنَا اللَّهَ وَأَطَعْنَا الرَّسُولَا * وَقَالُوا رَبَّنَا إِنَّا أَطَعْنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَاءَنَا فَأَضَلُّونَا السَّبِيلَا * رَبَّنَا آَتِهِمْ ضِعْفَيْنِ مِنَ الْعَذَابِ وَالْعَنْهُمْ لَعْنًا كَبِيرًا *

Hasil gambar untuk penyesalan orang kafir“Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikan dalam neraka, mereka berkata: ‘Alangkah baiknya, andaikata kami taat kepada Allah dan taat kepada Rasul’. Dan mereka berkata: ‘Ya Rabb kami, sesungguhnya kami telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). ‘Ya Rabb kami, timpakanlah kepada mereka adzab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar’.”
.
Tafsir Ayat :
Imam Ath-Thabari –rahimahullahu Ta’ala- berkata, “Orang-orang kafir ketika disiksa dalam neraka Jahannam pada hari kiamat akan berkata, ‘Wahai Rabb kami, sesungguhnya kami telah mentaati pemimpin-pemimpin kami dalam kesesatan dan kami juga telah mentaati pembesar-pembesar kami dalam kesyirikan, maka mereka menyesatkan kami dari jalan-Mu yang lurus. Yakni mereka telah menyimpangkan kami dari jalan hidayah, dan jalan keimanan kepada-Mu, yakni menyesatkan kami dari mengakui ke Esaan-Mu, dan mengikhlaskan diri kami dalam mentaati-Mu di dunia. Karena mereka telah menyesatkan kami, maka kami memohon kepada-Mu ya Allah, untuk memberikan adzab dua kali lipat kepada mereka, dan laknatlah mereka dengan sebesar-besar laknat.” (Tafsir Ath-Thabari : 5/427)
.
Imam Ibnu Katsir –rahimahullahu Ta’ala- berkata, “Ayat ini sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an, ‘Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit dua tangannya (yakni menyesali perbuatannya), seraya berkata: ‘Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul’. Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan sifulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya Dia telah menyesatkan aku dari Al-Quran ketika Al-Quran itu telah datang kepadaku dan adalah syaitan itu tidak mau menolong manusia’.” (QS. Al-Furqan : 27-29). Yang dimaksud dengan ‘si fulan’ dalam ayat ini adalah syaitan atau para pemimpin mereka yang telah menyesatkan mereka. Yakni mereka akan berkata, ‘Ya Rabb kami, sesungguhnya kami lebih memilih untuk mentaati para pemimpin dan pembesar kami dalam kesesatan ketimbang memilih untuk mentaati para Rasul-Mu dalam jalan hidayah dan keselamatan’.” (Tafsir Ibnu Katsir, 3/427)
.
Banyak kaum muslimin yang telah lupa dengan ayat ini. Bahkan sebagian mereka mengatakan bahwa ayat ini khusus untuk orang-orang kafir. Padahal tidak sebagaimana mereka sangkakan. Ayat diturunkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada Nabi-Nya Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, sebagai pelajaran dan renungan bagi umatnya, agar jangan sampai mereka keliru dalam memilih seorang pemimpin dan keliru dalam mentaatinya. Karena orang-orang kuffar akan dimasukkan oleh Allah Subahanahu wa Ta’ala ke dalam neraka, lantaran mereka telah mentaati para pemimpin dan ahli-ahli agama mereka dalam rangka mengkufuri Allah dan Rasul-Nya. Dan sekali-kali para pemimpin dan pemuka agama mereka tidak akan bisa menyelamatkan diri mereka sedikitpun dari adzab Allah Subhanahu wa Ta’ala pada hari kiamat. Dan tidak ada gunanya penyesalan di hari kiamat. Wal Iyadzu billah.
.
Dalam sebuah hadits yang shahih disebutkan :
Dari shahabat Ali bin Abi Thalib –radhiyallahu ‘anhu- berkata, “Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah mengirim sebuah pasukan, dan mengangkat salah seorang di antara mereka sebagai komandan. (Di pertengahan jalan) komandan pasukan tersebut menyalakan api, kemudian memerintahkan pasukannya untuk masuk ke dalam api tersebut. Maka sebagian pasukan ingin masuk ke dalam api tersebut dalam rangka mentaati perintah sang komandan, namun sebagian yang lain mengatakan, mari kita melarikan diri. Kemudian peristiwa tersebut diceritakan kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka beliau bersabda kepada pasukan yang ingin masuk ke dalam api tersebut, ‘Sekiranya mereka masuk ke dalam api tersebut, maka mereka akan terus-menerus dalam kobaran api tersebut hingga hari kiamat.’ Dan beliau bersabda kepada pasukan yang melarikan diri, ‘Tidak ada ketaatan dalam kemaksiatan, sesungguhnya ketaatan hanya pada hal-hal yang ma’ruf’.” (HR. Al-Bukhari : 7257)
.
Demikianlah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengingatkan umatnya, bahwa mentaati pemimpin dan pembesar kaum dalam rangka bermaksiat kepada Allah, akan menggiring mereka ke dalam neraka-Nya Allah Subhanahu wa Ta’ala, wal ‘iyadzu billah. Sehingga Rasulullah menegaskan bahwa ketaatan kepada makhluk hanya boleh dalam hal-hal yang ma’ruf.
.

Diposting oleh Jamaah As-Sunnah Buntok di Kamis, Agustus 07, 2014 Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Label: Tafsir QS. Al-Ahzab : 66-68

 

Share:

MAKA BERTASBIHLAH

 Bismillaah

Ensiklopedia Islam – Alam Pun Bertasbih

↪ Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:

مَنْ قَالَ سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ فِيْ يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ حُطَّتْ خَطَايَاهُ وَلَوْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ

Barangsiapa yang membaca: SUBHÂNALLÂH WABIHAMDIH   “Maha Suci Allah dan aku” dalam sehari seratus kali, maka kesalahannya dihapus sekalipun seperti buih air laut.” (HR. Muslim, no. 2691).

↪ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ قَالَ حِينَ يُصْبِحُ وَحِينَ يُمْسِي سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ مِائَةَ مَرَّةٍ لَمْ يَأْتِ أَحَدٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِأَفْضَلَ مِمَّا جَاءَ بِهِ إِلَّا أَحَدٌ قَالَ مِثْلَ مَا قَالَ أَوْ زَادَ عَلَيْهِ

“Barang siapa yang ketika pagi dan sore membaca: SUBHÂNALLÂHI WABIHAMDIH (Maha suci Allah dan dengan segala pujian hanya untuk-Nya) sebanyak 100 (seratus) kali, maka pada hari kiamat tidak ada seorangpun yang
akan mendatangkan amalan yang lebih utama daripada apa yang dia datangkan. Kecuali orang yang juga mengucapkan bacaan seperti itu atau lebih dari itu” (HR. Muslim no. 2692).

↪ Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:

كَلِمَتَانِ خَفِيْفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ ثَقِيْلَتَانِ فِي الْمِيْزَانِ حَبِيْبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَـانِ: سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ سُبْحَانَ اللهِ الْعَظِيْمِ

“Dua kalimat yang ringan di lidah, pahalanya berat di timbangan (hari Kiamat) dan disenangi oleh Tuhan Yang Maha Pengasih, adalah: Subhaanallaah wabi-hamdih, subhaanallaahil ‘azhiim” (HR. Muslim, no. 2694).

↪ Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:

لأَنْ أَقُوْلَ سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ

“Sungguh, apabila aku membaca: ‘Subhaanallah walhamdulillaah walaa ilaaha illallaah wallaahu akbar’. Adalah lebih senang bagiku dari apa yang disinari oleh matahari terbit” (HR. Muslim, no. 2695).

↪ Dari Sa’ad bin Abi Waqqosh Radhiallahu’anhu, beliau berkata: “Kami pernah berada di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Setelah itu beliau bertanya:

أَيَعْجِزُ أَحَدُكُمْ أَنْ يَكْسِبَ، كُلَّ يَوْمٍ أَلْفَ حَسَنَةٍ؟» فَسَأَلَهُ سَائِلٌ مِنْ جُلَسَائِهِ: كَيْفَ يَكْسِبُ أَحَدُنَا أَلْفَ حَسَنَةٍ؟ قَالَ: «يُسَبِّحُ مِائَةَ تَسْبِيحَةٍ، فَيُكْتَبُ لَهُ أَلْفُ حَسَنَةٍ، أَوْ يُحَطُّ عَنْهُ أَلْفُ خَطِيئَةٍ

“Apakah seseorang di antara kamu tidak mampu mendapatkan seribu kebaikan tiap hari?”. Salah seorang di antara yang duduk bertanya: “Bagaimana di antara kita bisa memperoleh seribu kebaikan (dalam sehari)?” Rasul bersabda: “Hendaklah dia membaca seratus tasbih, maka ditulis seribu kebaikan baginya atau seribu kejelekannya dihapus” (HR. Muslim, no. 2698).

↪ Dari Jabir Radhiallahu’anhu, Nabi Sholallahu’alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ قَالَ: سُبْحَانَ اللهِ الْعَظِيْمِ وَبِحَمْدِهِ، غُرِسَتْ لَهُ نَخْلَةٌ فِي الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang membaca: Subhaanallaahi ‘azhiim wabihamdih, maka ditanam untuknya sebatang pohon kurma di Surga” (HR. At-Tirmidzi, no. 3464).

✔ Semoga Alloh ta’aala memudahkan kita untuk selalu istiqomah dalam mengamalkan sunnah Nabi shallallahu alaihi wasallam.

Baarokallohufiikum…

sumber: https://www.alquran-sunnah.com/artikel/buku-islam/270-my-islam/media-sosial/950-maka-bertasbihlah.html

Via HijrahApp

Share:

RENUNGAN SURAT AL AN'AAM AYAT 82

 Tauhid Uluhiyah dan Rububiyah, Apa Perbedaannya? | kumparan.com

TAUHID SEBAB HIDAYAH DAN RASA AMAN

Allah Ta’ala berfirman,

الَّذِينَ آَمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ

“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-An’am: 82).

Ketika turun ayat tersebut, para sahabat pun menanyakan pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka berkata,

أَيُّنَا لاَ يَظْلِمُ نَفْسَهُ

“Siapa yang tidak menzalimi dirinya sendiri?”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata,

لَيْسَ هُوَ كَمَا تَظُنُّونَ إِنَّمَا هُوَ كَمَا قَالَ لُقْمَانُ لاِبْنِهِ يَا بُنَىَّ لاَ تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

“Itu bukan seperti yang kalian sangkakan. Yang dimaksud dengan zalim di situ adalah seperti perkataan Lukman kepada anaknya, “Wahai anakku, janganlah engkau berbuat syirik kepada Allah karena syirik adalah kezaliman yang amat besar.“ (HR. Bukhari, no. 4776 dan Muslim, no. 124).

Ibnu Katsir rahimahullah menyatakan tentang surah Al-An’am ayat 82, “Mereka adalah orang yang memurnikan ibadah hanya untuk Allah, tidak berbuat syirik kepada-Nya. Mereka tidak berbuat syirik sedikit pun. Balasannya, mereka mendapatkan rasa aman pada hari kiamat dan mendapatkan petunjuk di dunia dan akhirat.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 3:569)

Sumber https://rumaysho.com/18082-tsalatsatul-ushul-pentingnya-belajar-tauhid.html

Semoga bermanfaat

Share:

Jadwal Sholat

jadwal-sholat

LISTEN QURAN

Listen to Quran

Popular Posts

Blog Archive

Recent Posts

Pages