CIRI UTAMA PENGIKUT SUNNAH

 Rujuk Kepada Kebenaran adalah Ciri Ahlus Sunnah - Darus Salaf : Kajian  Islam Berdasarkan Al-Qur'an dan Assunnah
     

🌿1. Berpegang teguh dengan Al Quran dan As Sunnah dalam segala perkara khususnya ketika terjadi perbedaan pendapat. Allah berfirman :

“Maka jika kalian berbeda pendapat dalam satu perkara, kembalikanlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kalian beriman kepada Allah dan hari akhir” ( QS. An Nisa : 59 ).

🌿2. Memahami Al Quran dan As Sunnah dengan pemahaman para shahabat dan yang mengikuti mereka dengan baik dan tidak dipahami sesuai dengan hawa nafsu maupun tokoh tertentu. Allah berfirman :

“Generasi pertama shahabat muhajirin dan anshor serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah meridloi mereka dan merekapun ridlo kepada Allah dan Allah siapkan untuk mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai mereka kekal di dalamnya itulah keberuntungan yang besar” ( QS. At Taubah : 100 ).

🌿3. Tetap istiqomah di atas kebenaran Al Quran dan As Sunnah walaupun dihina dan dijauhi oleh masyarakatnya, Rasulullah bersabda :

“Akan senantiasa ada sekelompok orang dari umatku yang terang-terangan di atas kebenaran, tidaklah membahayakan mereka orang-orang yang menghina mereka sampai datang perintah Allah (angin dingin yang mencabut nyawa setiap orang yang memiliki keimanan menjelang kiamat)” ( HR. Imam Muslim ).

🌿4. Tidak taqlid kepada madzhab atau tokoh tertentu tetapi melihat dalil yang dipakai. Bila sesuai dengan Al Quran dan As Sunnah, diterima. Bila tidak, maka ditolak siapapun yang mengucapkan nya. Imam Malik, Rahimahullah berkata :

“Setiap orang bisa diambil ucapannya dan bisa ditolak kecuali Nabi ” ( Minhaj Al Firqoh An Najiyah : 10 )

🌿5. Tidak pilih-pilih syariat, semua perintah Allah dan Rasul-Nya dilaksanakan semampunya dan semua larangan ditinggalkan tanpa terkecuali. Allah berfirman :

“Apa saja yang dibawa oleh Rasul untuk kalian maka ambillah dan apa saja yang dilarang maka tinggalkanlah” ( QS. Al Hasyr : 7 )

🌿6. Hanya menggunakan hadits – hadits shahih dan tidak menggunakan hadits – hadits dloif ( lemah ) dan maudlu’ ( palsu ), karena yang dloif ( lemah ) dan maudlu’ ( palsu ) itu merupakan bentuk berdusta atas nama Rasulullah . Beliau bersabda :

“Barang siapa berdusta atas namaku dengan sengaja maka hendaklah menempati tempat duduknya di neraka” ( HR. Imam Muslim dan lainnya )

🌿7. Menegakkan seluruh jenis tauhid dan memberantas segala jenis syirik, karena ini adalah inti dakwah para Nabi dan Rasul . Allah berfirman :

“Sungguh kami telah mengutus pada setiap umat seorang rasul untuk menyeru ( kepada umatnya ) beribadahlah hanya kepada Allah ( tauhid ) dan jauhilah sesembahan selain Allah ( syirik )”
( QS. An Nahl : 36 )

🌿8. Menegakkan Sunnah ( ajaran Rasulullah ) dan memberantas segala jenis kebid’ahan, Rasulullah bersabda :

“Wajib atas kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah khulafaur-rasyidin yang mendapat petunjuk setelahku, gigitlah dengan gigi geraham ( pegang erat-erat dan jauhilah perkara-perkara baru yang tidak diajarkan agama, karena hal itu bid’ah dan setiap bid’ah itu sesat )” (HR. Imam Ahmad, Abu Dawud, At Tirmidzi, Ibnu Majah dishohihkan syaikh Al Albani dalam Shohihul Jami’ )

🌿9. Mendidik generasi umat dengan pendidikan yang sesuai dengan pendidikan Rasulullah dan para shahabatnya .

10. Giat menuntut ilmu syariat. Karena mereka yakin dengan ilmu ini dapat mengetahui dan mencontoh seluruh ajaran Rasulullah secara terperinci.

(fawaid Abu Ilyas Su’aidi As Sidawi hafidzahullah).

Semoga bermanfaat

Share:

KEUTAMAAN AYAT KURSI

 Doa Ayat Kursi Latin dan Arab Beserta Artinya, Simak 5 Keutamaannya

Semua surat dalam al-Qur’an adalah surat yang agung dan mulia. Demikian juga seluruh ayat yang dikandungnya. Namun, Allah ta’ala dengan kehendak dan kebijaksanaanNya menjadikan sebagian surat dan ayat lebih agung dari sebagian yang lain. Surat yang paling agung adalah surat al-Fatihah, sedangkan ayat yang paling agung adalah ayat kursi, yaitu di surat Al-Baqarah, ayat 255. Yang akan kita pelajari bersama dalam kesempatan ini adalah ayat kursi.

Ubay bin Ka’b radhiallahu ‘anhu  berkata: Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:

“Wahai Abul Mundzir (gelar kunyah Ubay), tahukah engkau ayat mana di kitab Allah yang paling agung?”

Aku menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.”

Beliau berkata, “Wahai Abul Mundzir, Tahukah engkau ayat mana di kitab Allah yang paling agung?”

Aku pun menjawab,

اللَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ

Maka beliau memukul dadaku dan berkata, “Demi Allah, selamat atas ilmu (yang diberikan Allah kepadamu) wahai Abul Mundzir.”  (HR. Muslim no. 810)

Dalam kisah Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dengan setan yang mencuri harta zakat, disebutkan bahwa setan tersebut berkata,

“Biarkan aku mengajarimu beberapa kalimat yang Allah memberimu manfaat dengannya. Jika engkau berangkat tidur, bacalah ayat kursi. Dengan demikian, akan selalu ada penjaga dari Allah untukmu, dan setan tidak akan mendekatimu sampai pagi.”

Ketika Abu Hurairah menceritakannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam, beliau berkata,

“Sungguh ia telah jujur, padahal ia banyak berdusta.” (HR. al-Bukhari no. 2187)

Dalam kisah lain yang mirip dengan kisah di atas dan diriwayatkan Ubay bin Ka’b radhiallahu ‘anhu, disebutkan bahwa si jin mengatakan:

مَنْ قَالَهَا حِينَ يُمْسِي أُجِيرَ مِنَّا حَتَّى يُصْبِحَ ، وَمَنْ قَالَهَا حِينَ يُصْبِحُ أُجِيرَ مِنَّا حَتَّى يُمْسِيَ

“Barangsiapa membacanya ketika sore, ia akan dilindungi dari kami sampai pagi. Barangsiapa membacanya ketika pagi, ia akan dilindungi sampai sore.” (HR. ath-Thabrani no. 541, dan al-Albani mengatakan bahwa sanadnya bagus)

Dalam hadits yang lain, Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam  bersabda:

مَنْ قَرَأَ آيَةَ الْكُرْسِيِّ دُبُرَ كُلِّ صَلاةٍ مَكْتُوبَةٍ لَمْ يَمْنَعْهُ مِنْ دُخُولِ الْجَنَّةِ، إِلا الْمَوْتُ

“Barangsiapa membaca ayat kursi setelah setiap shalat wajib, tidak ada yang menghalanginya dari masuk surga selain kematian.” (HR. ath-Thabrani no. 7532, dihukumi shahih oleh al-Albani)

Disunnahkan membaca ayat ini setiap (1) selesai shalat wajib, (2) pada dzikir pagi dan sore, (3) juga sebelum tidur.

Tafsir Ayat Kursi

اللَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ

“Allah, tidak ada sesembahan (yang berhak disembah) selain Dia Yang hidup kekal serta terus menerus mengurus (makhluk).”

Allah adalah nama yang paling agung milik Allah ta’ala. Allah mengawali ayat ini dengan menegaskan kalimat tauhid yang merupakan intisari ajaran Islam dan seluruh syariat sebelumnya. Maknanya, tidak ada sesembahan yang benar untuk disembah selain Allah. Konsekuensinya tidak boleh memberikan ibadah apapun kepada selain Allah.

Al-Hayyu dan al-Qayyum adalah dua di antara al-Asma’ al-Husna yang Allah miliki. Al-Hayyu artinya Yang hidup dengan sendirinya dan selamanya. Al-Qayyum berarti bahwa semua membutuhkan-Nya dan semua tidak bisa berdiri tanpa Dia. Oleh karena itu, Syaikh Abdurrahman as-Sa’di mengatakan bahwa kedua nama ini menunjukkan seluruh al-Asma’ al-Husna yang lain.

Sebagian ulama berpendapat bahwa al-Hayyul Qayyum adalah nama yang paling agung. Pendapat ini dan yang sebelumnya adalah yang terkuat dalam masalah apakah nama Allah yang paling agung, dan semua nama ini ada di ayat kursi.

لاَ تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ

“Dia Tidak mengantuk dan tidak tidur.”

Maha Suci Allah dari segala kekurangan. Dia selalu menyaksikan dan mengawasi segala sesuatu. Tidak ada yang tersembunyi darinya, dan Dia tidak lalai terhadap hamba-hamba-Nya.

Allah mendahulukan penyebutan kantuk, karena biasanya kantuk terjadi sebelum tidur.

Barangkali ada yang mengatakan, “Menafikan kantuk saja sudah cukup sehingga tidak perlu menyebut tidak tidur; karena jika mengantuk saja tidak, apalagi tidur.”

Akan tetapi, Allah menyebut keduanya, karena bisa jadi (1) orang tidur tanpa mengantuk terlebih dahulu, dan (2) orang bisa menahan kantuk, tetapi tidak bisa menahan tidur. Jadi, menafikan kantuk tidak berarti otomatis menafikan tidur.

لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي اْلأَرْضِ

“Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi.”

Semesta alam ini adalah hamba dan kepunyaan Allah, serta di bawah kekuasaan-Nya. Tidak ada yang bisa menjalankan suatu kehendak kecuali dengan kehendak Allah.

مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ

“Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya.”

Memberi syafaat maksudnya menjadi perantara bagi orang lain dalam mendatangkan manfaat atau mencegah bahaya. Inti syafaat di sisi Allah adalah doa. Orang yang mengharapkan syafaat Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam berarti mengharapkan agar Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam mendoakannya di sisi Allah. Ada syafaat yang khusus untuk Nabi Muhammad, seperti syafaat untuk dimulainya hisab di akhirat, dan syafaat bagi penghuni surga agar pintu surga dibukakan untuk mereka. Ada yang tidak khusus untuk Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam, seperti syafaat bagi orang yang berhak masuk neraka agar tidak dimasukkan ke dalamnya, dan syafaat agar terangkat ke derajat yang lebih tinggi di surga.

Jadi, seorang muslim bisa memberikan syafaat untuk orang tua, anak, saudara atau sahabatnya di akhirat. Akan tetapi, syafaat hanya diberikan kepada orang yang beriman dan meninggal dalam keadaan iman. Disyaratkan dua hal untuk mendapatkannya, yaitu:

🔰1. Izin Allah untuk orang yang memberi syafaat.

🔰2. Ridha Allah untuk orang yang diberi syafaat.

Oleh karena itu, seseorang tidak boleh meminta syafaat kecuali kepada Allah. Selain berdoa, hendaknya kita mewujudkan syarat mendapat syafaat; dengan meraih ridha Allah. Tentunya dengan menaatiNya menjalankan perintahNya semampu kita, dan meninggalkan semua laranganNya.

يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ

“Dia mengetahui apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka.”

Ini adalah dalil bahwa ilmu Allah meliputi seluruh makhluk, baik yang ada pada masa lampau, sekarang maupun yang akan datang. Allah mengetahui apa yang telah, sedang, dan yang akan terjadi, bahkan hal yang ditakdirkan tidak ada, bagaimana wujudnya seandainya ada. Ilmu Allah sangat sempurna.

وَلاَ يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلاَّ بِمَا شَاءَ

“Dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah kecuali dengan apa yang dikehendaki-Nya.”

Tidak ada yang mengetahui ilmu Allah, kecuali yang Allah ajarkan. Demikian pula ilmu tentang dzat dan sifat-sifat Allah. Kita tidak punya jalan untuk menetapkan suatu nama atau sifat, kecuali yang Dia kehendaki untuk ditetapkan dalam al-Qura…
[20.26, 21/1/2022] B. Purwantara (Abu Aish): HIBURAN BAGI PENYEBAR ILMU (DAKWAH)

Selembut dan sebijaksana apapun cara seseorang dalam berdakwah, selama ia menyuarakan kebenaran & meluruskan penyimpangan, pasti akan menghadapi berbagai macam rintangan & tantangan.

Bahkan da’i paling bijaksana dan paling lembut sedunia sekalipun yaitu Rasul ﷺ ternyata dicaci-maki dan dilempari batu, diusir & malah diupayakan ingin dibunuh.

(1). Imam al-Utsaimin رحمه الله berkata :
"Maka janganlah engkau bersedih wahai para dai yg telah mengajak kepada Allah, seandainya dakwahmu itu tidak diterima. Jika engkau telah menunaikan apa yang wajib bagimu (untuk menyampaikannya), maka berarti bebanmu itu telah terlepas, dan (serahkan) hisabnya kepada Allah.... Namun ketahuilah, apabila dakwahmu benar2 hanya mengharap wajah Allah, maka pasti akan ada bekas. Meskipun mereka menolak (secara terang2an) di depanmu, maka pasti akan ada bekas (di hati mereka)" (Syarah Hadits Arba'in hal 153-154).

(2). Abu Umamah Al-Bahili radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah ﷺ bersabda :

إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ وَأَهْلَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرَضِينَ حَتَّى النَّمْلَةَ فِي جُحْرِهَا وَحَتَّى الْحُوتَ لَيُصَلُّونَ عَلَى مُعَلِّمِ النَّاسِ الْخَيْرَ

"Sesungguhnya Allah dan para malaikat, serta semua penduduk langit dan bumi, sampai-sampai semut pada sarangnya, dan juga ikan (di lautan), mereka semua benar2 bershalawat (mendoakan serta memintakan ampunan) bagi orang yang telah mengajarkan manusia kebaikan (ilmu agama)" (HR. At-Tirmidzi no. 2685, Silsilatul Ahaadits ash-Shahihah IV/467).

(3). Dari Abu Mas’uud 'Uqbah bin 'Amr Al-Anshari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah ﷺ bersabda :

مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ

"Barangsiapa yg telah menunjuki kepada kebaikan, maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang telah mengerjakannya" (HR. Muslim no. 1893).

✍ Ustadz Najmi Umar Bakkar

Share:

TAFSIR SURAT AN-NASHR

  Benarkah Makkah Jadi Tempat Pembalasan Perbuatan Manusia? : Okezone Muslim

Allah Ta’ala berfirman:

إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ

“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan.” (QS. An Nashr : 1)

Faedah dari ayat ini:

1. Kata al-fath dalam ayat ini maksudnya adalah Fathu Makkah. Yaitu, ditaklukkannya kota Mekah setelah kaum Muslimin hijrah ke Madinah dan tidak bisa masuk ke Mekah, bahkan untuk berhaji dan berumrah.

2. Para ulama khilaf apakah surat ini turun sebelum Fathu Makkah atau setelahnya. Ibnu Rajab menguatkan bahwa surat ini turun sebelum Fathu Makkah. Sehingga surat ini merupakan kabar gembira dari Allah Ta’ala bagi Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam dan para sahabat bahwa mereka akan bisa menaklukkan kota Mekah.

3. Nashrullah (pertolongan Allah) di sini maksudnya adalah pertolongan Allah bagi Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam dan para sahabat dalam peperangan untuk menaklukkan musuh-musuh mereka, di antaranya suku Quraisy dan Bani Hawazin.

4. Pertolongan dan kemenangan itu dari Allah. Maka kita meminta hanya kepada Allah dan hanya didapatkan dengan bertakwa kepada Allah. Bukan dengan menghalalkan segala cara.

5. Surat ini juga dinamakan juga dengan surat at-Taudi’ (perpisahan). Karena turunnya surat ini adalah salah satu tanda akan wafatnya Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam,  sebagaimana dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas.

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: كَانَ عُمَرُ يُدْخِلُنِي مَعَ أَشْيَاخِ بَدْرٍ، فَقَالَ بَعْضُهُمْ: لِمَ تُدْخِلُ هَذَا الفَتَى مَعَنَا وَلَنَا أَبْنَاءٌ مِثْلُهُ؟ فَقَالَ: «إِنَّهُ مِمَّنْ قَدْ عَلِمْتُمْ» قَالَ: فَدَعَاهُمْ ذَاتَ يَوْمٍ وَدَعَانِي مَعَهُمْ قَالَ: وَمَا رُئِيتُهُ دَعَانِي يَوْمَئِذٍ إِلَّا لِيُرِيَهُمْ مِنِّي، فَقَالَ: مَا تَقُولُونَ فِي إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالفَتْحُ، وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا حَتَّى خَتَمَ السُّورَةَ، فَقَالَ بَعْضُهُمْ: أُمِرْنَا أَنْ نَحْمَدَ اللَّهَ وَنَسْتَغْفِرَهُ إِذَا نُصِرْنَا وَفُتِحَ عَلَيْنَا، وَقَالَ بَعْضُهُمْ: لاَ نَدْرِي، أَوْ لَمْ يَقُلْ بَعْضُهُمْ شَيْئًا، فَقَالَ لِي: يَا ابْنَ عَبَّاسٍ، أَكَذَاكَ تَقُولُ؟ قُلْتُ: لاَ، قَالَ: فَمَا تَقُولُ؟ قُلْتُ: هُوَ أَجَلُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْلَمَهُ اللَّهُ لَهُ: إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالفَتْحُ فَتْحُ مَكَّةَ، فَذَاكَ عَلاَمَةُ أَجَلِكَ: فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا. قَالَ عُمَرُ: «مَا أَعْلَمُ مِنْهَا إِلَّا مَا تَعْلَمُ»

‘Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahuma, ia berkata, “Suatu hari ‘Umar mengundangku bersama dengan para senior perang Badar. Sebagian dari mereka berkata, “Mengapa kamu mengundang pemuda ini bersama kita sedangkan kita juga memiliki anak-anak seusianya?” Dia berkata, ”Sesungguhnya dia adalah orang yang sudah kalian ketahui.” Suatu hari dia mengundang mereka dan mengundangku juga bersama mereka. Seingatku, ‘Umar tidak mengajakku saat itu selain untuk mempertontonkan kepada mereka kualitas keilmuanku. Lantas ‘Umar bertanya, “Bagaimana komentar kalian tentang ayat (yang artinya), “Seandainya pertolongan Allah dan kemenangan datang (1) dan kau lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong (2) -hingga akhir surat. (QS. An-Nashr: 1-3). 

 Sebagian sahabat berkomentar (menafsirkan ayat tersebut), “Tentang ayat ini, setahu kami, kita diperintahkan agar memuji Allah dan meminta ampunan kepada-Nya, ketika kita diberi pertolongan dan diberi kemenangan.” Sebagian lagi berkomentar, “Kalau kami tidak tahu.” Atau bahkan, tidak ada yang berkomentar sama sekali. Lantas ‘Umar bertanya kepadaku, “Wahai Ibnu ‘Abbas, beginikah kamu menafsirkan ayat tadi?” “Tidak”, jawabku. “Lalu bagaimana tafsiranmu?” tanya ‘Umar. Ibnu ‘Abbas menjawab, “Surat tersebut adalah pertanda wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah dekat. Allah memberitahunya dengan ayatnya: “Jika telah datang pertolongan Allah dan kemenangan’, itu berarti penaklukan Makkah dan itulah tanda ajalmu (Muhammad), karenanya “Bertasbihlah dengan memuji Rabbmu dan mohonlah ampunan, sesungguhnya Dia Maha Menerima taubat.” ‘Umar berkata, “Aku tidak tahu penafsiran ayat tersebut selain seperti yang kamu (Ibnu ‘Abbas) ketahui.”’ (HR. Bukhari, no. 4294)

Allah Ta’ala berfirman:

وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا

“Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong.” (QS. An-Nashr : 2)

Faedah dari ayat ini:

1. Setelah Fathu Makkah, banyak orang-orang yang masuk Islam secara berbondong-bondong dalam jumlah besar, seperti penduduk Mekah, Thaif, Yaman, Bani Hawazin dan suku-suku Arab.

2. Sebelum Fathu Makkah, orang masuk Islam dengan sembunyi-sembunyi dan orang per orang.

3. Dalam dua tahun, Jazirah Arab sudah tersirami oleh keimanan dan tidak ada simbol di seluruh suku Arab, kecuali simbol Islam (Tafsir Ibnu Katsir).

4. Bangsa Arab berkata: “Bila Muhammad berhasil mengalahkan para penduduk kota suci (Mekah), padahal dulu penduduk Mekah dilindungi oleh Allah dari pasukan Gajah, maka tidak ada kekuatan bagi kalian (untuk menahannya). Maka mereka pun memeluk Islam secara berbondong-bondong.” (Tafsir Qurthubi)

5. Bangkitnya Islam diperoleh dengan dengan perjuangan yang tidak sebentar dan kesabaran. Dan Allah sudah janjikan akan menangkan kaum Muslimin jika mereka bersabar. Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam  bersabda:

وَاعْلَمْ أَنَّ النَّصْرَ مَعَ الصَّبْرِ

“Ketahuilah sesungguhnya pertolongan itu bersama kesabaran.” (HR. Tirmidzi, shahih)

‘Umar bin Khaththab bertanya kepada para pemuka dari Bani ‘Abbas :

بِمَ قَاتَلْتُمُ النَّاسَ؟ قَالُوا: بِالصَّبْرِ، لَمْ نَلْقَ قَوْماً إِلّاَ صَبَرْنَا لَهُمْ كَمَا صَبَرُوا لَنَا

“Apa rahasia kemenangan kalian (dalam perang-perang)?” Mereka menjawab “Dengan kesabaran. Tidaklah kami bertemu suatu kaum dalam peperangan, kecuali kami bersabar terhadap mereka sebagaimana mereka bersabar kepada kami.”” (Ibnu Rajab dalam Jami’u al-’Ulum wal Hikam, 1/488)

Allah Ta’ala berfirman:

فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا

“Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat.” (QS. An-Nashr : 3)

Faedah dari ayat ini:

1. Perintah untuk memperbanyak tasbih, yaitu ucapan “Subhanallah” dan memperbanyak istigfar, yaitu ucapan “astaghfirullah”.

2. Maksud ayat ini adalah: “Jika engkau shalat, maka perbanyaklah dengan cara memuji-Nya atas limpahan kemenangan dan penaklukan kota Mekah. Mintalah ampunan kepada Allah”. Karena setelah turun ayat ini, Nabi banyak membacanya dalam ruku dan sujudnya :

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ ، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى

“Maha Suci Engkau Ya Allah, Rabb kami, pujian untuk-Mu, ampunilah aku.” (HR. Bukhari dan Muslim) (Tafsir as-Sa’di)

3. Sebagian sahabat Nabi memaknai ayat ini: “Allah memerintahkan kami untuk memuji dan memohon ampunan kepada-Nya, manakala pertolongan Allah telah tiba dan sudah menaklukkan (daerah-daerah) bagi kita.” (Tafsir al-Qurthubi)

4. Merayakan kemenangan dan mensyukurinya bukan dengan foya-foya dan berbuat yang tidak bermanfaat. Namun, dengan memperbanyak ibadah serta taubat kepada Allah.

5. Allah Ta’ala itu tawwab, artinya banyak menerima taubat. Tidak hanya satu taubat. Betapapun seringnya manusia berbuat kesalahan, bahkan kesalahan sama yang berulang-ulang, Allah Ta’ala tetap menerima taubatnya manakala ia selalu bertaubat dengan taubat nasuha.

Wallahu a’lam.

Penyusun: Yulian Purnama
Artikel Muslimah.or.id

Share:

Jadwal Sholat

jadwal-sholat

LISTEN QURAN

Listen to Quran

Popular Posts

Blog Archive

Recent Posts

Pages